Rabu, 28 Oktober 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MOLA HIDATIDOSA

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
 Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
 Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)
 Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)

B. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
b. Imunoselektif dari tropoblast
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d. Paritas tinggi
e. Kekurangan protein
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
(Mochtar, Rustam ,1998 : 238)

C. KLASIFIKASI
Pembagian mola berdasarkan ada atu tidaknya janin :
Mola Hidatidosa Komplit (Klasik)
Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat sehingga diameter beberapa centimeter. Histologinya memiliki karakteristik yaitu :
• Tidak ada pembuluh pada vili yang membengkak
• Prolifersi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
• Tidak adanya janin atau amnion
Mola Hidatidosa Inkomplit (Parsial)
Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.

D. PATOFISIOLOGI
Karakteristik mola adalah adanya konseptus jaringan trofoblastik hiperplastik yang tertanam pada plasenta. Hasil konsepsi ini tidak memiliki inner cell mass.
Jika terjadi gangguan pada saat embryonic inner cell mass yang seharusnya berpotensi untuk berdiferensiasi menjadi lapisan ekto, meso dan endoderm, maka perubahan tersebut gagal dan terjadilah pembentukan trofoblas yang akan berkembang menjadi sitotorofoblas dan sisitiotrofoblas, danmasih mampu untuk membentuk ekstraembrionik mesoderm yang akhirnya akan membentuk vesikel dari mola dengan mesoderm yang longgar pada inti villinya.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
• Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
• Teori neoplasma dari Park.
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
• Studi dari Hertig
Lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.

E. MANIFESTASI KLINIS
a. Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b. Perdarahan pervagina berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
c. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
e. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.

F. KOMPLIKASI
 Bisa disertai preeklampsia pada usia kehamilan yang lebih muda
 Tirotoksikosis, prognosis lebih buruk, biasanya meninggal akibat krisis tiroid
 Emboli sel trofoblas ke paru
 Sering disertai kista lutein, baik unilateral maupun bilateral, kista menghilang jika mola sudah dievakuasi
 Mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4x lebih besar berdegenerasi


G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin
b. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
c. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 bulan)
d. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin
e. Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara
f. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis

H. PENATALAKSANAAN
a. Perbaikan keadaan umum
 Transfusi darah jika anemia atau syok
 Menghilangkan penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosa
b. Pengeluaran jaringan mola (Evakuasi)
 Kuret hisap (Vakum) : Sambil diberikan uterotonika untuk memperbaiki kontraksi, sedia darah
 Histerektomi : cukup umur atau cukup anak, bila ditemukan tanda-tanda keganasan berupa mola invasive. Batasan yang dipaki adalah umur 35 tahun dengan anak hidup 3.
c. Terapi profilaksis dengan sitostatika
 Kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan, atau pada pemeriksaan Patologi Anatomi ditemukan mencurigakan tanda keganasan
 Pemberian Methotrexate atau actinomycin. Dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, mengurangi koriokarsinoma diuterus sebanyak 3x
d. Pemeriksaan tindak lanjut (Follow up)
 Dianjurkan untuk tidak hamil 1 tahun
 Kondom atau pil KB
 Pemeriksaan β-hCG berkala dan radiology. Umtuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bias berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Pemeriksaan kadar β-hCG tiap minggu sampai kadar menjadi negative selama 3 minggu, lalu tiap bulan selama 6 nulan. Pemeriksaan foto toraks tiap bulan sampai kadar β-hCG negative

I. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGKAJIAN
Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
• Riwayat kesehatan sekarang
Yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
• Riwayat kesehatan masa lalu
a. Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
b. Riwayat penyakit yang perna dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
• Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
• Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
• Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
• Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
• Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu.
Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya. Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium
Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear
Keluarga berencana
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.
Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
Status sosio-ekonomi
Kaji masalah finansial klien
Data spiritual
Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA


FK UI, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1, Jakarta : Aesculapius.
Johnson. M., Maas. M., Moorhoed. S, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC), Mosby, Philadelphia.
MC. Closky J., Bulaceck G, 2000, Nursing Intervention Classification (NIC),. Mosby, Philadelphia
http://www.botefilia.com/
http://www.harnawatiaj.wordpress.com/
http://www.palantalembangalam.blogspot.com/

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

  • Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan ( Sheila L Vidheak, 2001 : 298 ).
  • Halisinasi adalah sensori yang timbul berdasarkan pada stimulus internal yang tidak sesuai kenyataan ( Ruth F. Cvaven, 2002 ; 1179 ).
  • Halusinasi adalah penginderaan tanpa sumber rangsangan eksternal ( Vavold I. Koplen, 1998 : 267 ).

B. KLASIFIKASI

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :

a. Halusinasi pendengaran

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi penghidu

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

d. Halusinasi peraba

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.

f. Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

  1. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

§ Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.

§ Psikologis

Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

§ Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Prespitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

D. PATOFISIOLOGI

1. Tahap I

Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara murni halusinasi merupakan suatu kesenangan.
a. Karakteristik

Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah, ketakutan, mencoba berfokos pada fikiran yang dapat menghilangkan ansietas, dan pikiran pengalaman sensori masih ada dalam control kesadaran (non psikotik).

b. Perilaku Klien

Tersenyum, tertawa sendiri, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.

2. Tahap II

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi.

a. Karakteristik

Pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan control dan menarik diri dari orang lain ( non psikotik ).

b. Perilaku Klien

Terjadi denyut jantung, pernafasan dan tekana darah, perhatian pada lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.

3. Tahap III

Mengontrol tingkat kecemasan berat dan pengalaman tidak dapat ditolak.

a. Karakteristik

Klien menyerah dan menerima pengalama sensorinya ( halusinasi ), isi halusinasinya menjadi aktaktif dan kesepian bila pengalaman sensori berakhir ( psikotik ).

b. Perilaku Klien

Perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain. Perharian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik dan tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.

4. Tahap IV

Klien sudah dikuasai oleh halusinasi, klien panik.
a. Karakteriastik

Pengalaman sensori menjadi pengancam dan halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam / hari.

b. Perilaku Klien

Perilaku panic, resiko tinggi mencederai, agitasi atau katatonik, tidak mampu berespon terhadap lingkungan.
( Tim Keperawatan Jiwa FIK – UI ; dikutip oleh Rasmun ; 2001 ; 24 ).

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Bicara, senyum, dan tertawa sendiri.

2. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium, dan merasa sesuatu tidak nyata.

3. Merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

4. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.

5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.

6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.

7. Sikap curiga.

8. Menarik diri, menghindar dari orang lain.

9. Sulit membuat keputusan, ketakutan.

10. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.

11. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.

12. Muka merah dan kadang pucat.

13. Ekspresi wajah tenang.

14. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat, dan banyak keringat.
( Mary C. Townsend, 1998 : 98 – 103 ).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Psikofarmakologis

Berikut beberapa obat dengan kelas kimia dan nama generik (dagang) beseerta dosis hariannya :

§ Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 30-800 mg

§ Klorpromazin (Thorazine) 1-40 mg

§ Flufenazine (Prolixine, Permitil) 30-400 mg

§ Mesoridazin (Serentil) 12-64 mg

§ Perfenazin (Trilafon) 15-150 mg

§ Proklorperazin (Compazine) 40-1200 mg

§ Promazin (Sparine) 150-800mg

§ Tioridazin (Mellaril) 2-40 mg

§ Trifluoperazin (Stelazine) 60-120 mg

§ Trifluopromazin (Vesprin) 60-150 mg

§ Tioksanten Klorprotiksen (Taractan)

§ Tiotiksen (Navane) 75-600 mg

§ Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg

§ Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg

§ Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg

§ Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

Pada pemberiannya, obat dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan dosis tiap 2 minggu dan bisa pula dinaikkan sampai mencapai dosis ( stabilisasi ) , kemudian diturunkan setiap 2 minggu sampai mencapai dosis pemeliharaan. Dipertahankan 6 bulan – 2 tahun ( diselingi masa bebas obat 1 – 2 hari / minggu ). Kemudian tapering off, dosis diturunkan tiap 2 – 4 minggu dan dihentikan.

b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)

c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)


BAB II

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan terlambat

§ Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.

§ Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi

§ Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan

2. Faktor komunikasi dalam keluarga

§ Tidak ada komunikasi

§ Tidak ada kehangatan

§ Komunikasi dengan emosi berlebihan

§ Komunikasi tertutup

§ Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua

3. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.

4. Faktor psikologis

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

5. Faktor biologis

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.

6. Faktor genetik

Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.

b. Perilaku

Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk – angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.

c. Fisik

1. ADL

Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.

2. Kebiasaan

Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.

3. Riwayat kesehatan

Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.

4. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
5. Fungsi sistim tubuh

• Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
• Neurologikal perubahan mood, disorientasi
• Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur

d. Status Emosi

Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.

e. Status Intelektual

Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.

f. Status Sosial

Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan.

2. DIAGNOSA

Pohon masalah :

Beberapa diagnosa yang dapat ditegakkan dari pohon masalah diatas yang mungkin terjadi pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi dengar diantaranya :

a. Perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar menarik diri dengan faktor resiko halusinasi

c. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungn dengan harg diri rendah

d. Sindrom defisit perawatan diri : mandi atau berpakaian berhubungn dengan intoleransi aktivitas.

3. PERENCANAAN

Dx. Kep.

Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran berhubungan dengan :

a. Rangsangan lingkugan yang berlebihan

b. Stres psikis

c. Perubahan penangkapan

d. Kurangnya rangsangan lngkungan

Tujuan :

* Tupan :

Klien mampu menetapkan dan menguji realita/kenyataan, serta menyingkirkan kesalahan persepsi sensori.

Ø Tupen 1 :

§ Setelah dilakukan interaksi selama ......X, klien mampu membina hubungan saling percaya dengan kriteria hasil :

- Menunjukkan pemahaman verbal, tertulis atau sinyal respon

- Menunjukkan gerakan dn ekspresi wajah yang rileks

- Menunjkkan kontak matan mau berjabat tangn, mau menjawab salam, menyebutkan nama, mau duduk berdampingan.berhadapan.

v Intervensi :

· Bina Hubungan Terapeutik dan Saling Percaya (Coumplex Relationship Building)

- Perkenalkan diri dengan sopan

- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

- Buat kontrak/persetujuan tentang tujuan dan cara pertemuan yang saling dapat diterima dengn cara yang tepat

- Pelihara sikap tubuh terbuka

- Ciptakan iklim yang hangat dan menerima secara tepat

- Berespon pada pesan non verbal klien dengan cara yang tepat

- Tunjukkan ketertarikan pada klien dengan mempertahankan kontak mata, berhadapan, posisi mata sejajar, saat berbicara perawat sedikit membungkuk jika diperlukan

Ø Tupen 2 :

§ Setelah dilakukan interaksi selama ......X, klien mampu mengenal halusinasi dengan kriteria hasil :

- Klien mampu menyebutkan waktu, isi, dan frekuensi munculnya halusinasi

- Klien mampu menyebutkan perilaku ang biasa dilakukan saat halusinasi muncul

- Klien mampu menyebutkan akibat perilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi terjadi

v Intervensi :

· Manajemen Halusinasi (Halusination Management)

- Observasi tingkah laku yang berhubungan dengan halusinasi

- Bantu klien mengenal halusinasi

# Jika dari hasil observasi ditemukan tampak klien mengalami halusinasi, tanyakan apakah klien mengalami halusinasi

# Jika jawaban klien ada, tanyakan apa yang didengar

# Katakan bahwa perawat percaya apa yang dialami oleh klien tetapi perawat sendiri tidak mendengar

# Katakan bahwa klien lain juga ada yang menglami hal yang sama

# Katakan bahwa perawat akan membantu klien

- Diskusikan dengan klien waktu, isi, frekuensi dan situasi pencetus munculnya halusinasi

- Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika halusinasinya muncul

- Beri klien kesempatan untuk mengungkapakan perasaannya

- Identifikasi dan diskusikan dengan klien perilaku yang dilakukan saat halusinasi muncul

- Diskusikn manfat dan akibat dari cara/perilaku yang dilakukan klien

Ø Tupen 3 :

§ Setelah dilakukan interaksi selama ...... X, klien mampu mengendalikan hlusinasi dengan kriteria hasil :

- Klien dapat menyebutkan cara baru mengendalikan halusinasi

- Klien dapat memilih dan melaksanakan cara baru mengendalikan halusinasi

- Klien mampu melaksanakan cara yang dipilih untuk mengendalikan halusinasi

v Intervensi :

· Manajemen Halusinasi (Halusination Management)

- Diskusikan cara baru untuk memutuskan/ mengendalikan halusinasi :

# Dengan mengusir halusinasi

# Berbicara dengan orang lain (perawat, klien lain)

# Menyusun jadwal kegiatan harian

# Meminta pada oang lain untuk menyapa jika tampak bicara sendiri

- Bantu klien memilih dan melatih cara memutuskan/ mengendalikan halusinasi secara bertahap

- Beri klien kesempatan melakukan cara mengendalikan atau memutuskan halusinasi yang telah dipilih dan dilatih

- Evaluasi bersama klien cara baru yang telah dipilih dengan cara yang biasa dilakukan

- Berikan reinforcement pada klien terhadap cara yang telah dipilih dan diterapkan

- Libatkan klien dalam TAK Orientasi Realita, TAK SP Umum, TAK SP : Halusinasi

Ø Tupen 4 :

§ Setelah dilakukan interaksi selama ...... X, dengan dukungan keluarga, klien mendapat dukungan dalam mengendalikan halusinasi dengan kriteria hasil :

- Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

- Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengatasi halusinasi

v Intervensi :

· Pendidikn Kesehatan : Prpses Penyakit dan Perawatan (Teaching : Disease Process)

- Bina hubungan saling percaya

- Diskusikan dengan keluarga :

# Gejala halusinasi yang dialami klien

# Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk mengontrol halusinasi

# Cara merawat anggita kluarga yang mengalami halusinasi di rumah (ex. : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, bepergian bersama)

- Anjurkan kelurga untuk mencari bantuan apabila tanda dan gejala halusinasi tidk terkendali

- Berikan informasi tentang kondisi klien kepada keluarga dengan cara yang tepat

Ø Tupen 5 :

§ Setelah dilakukan interaksi selama ...... X, klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dengan kriteria hasil :

- Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat

- Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat secar benar

- Klien dan keluarga memahami akibat behenti minum obat tanpa rekomendasi dari career

v Intervensi :

· Fasilitasi Kebutuhan Belajar (Learning Fscilitation)

- Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dam manfatnya

- Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang manfaat, dosis, dan efek samping obat

- Anjurkn klien minta sendiri obat pad perawat (jika waktunya minum obat) dan merasakan manfaatnya

- Berikan penjelasan pada klien akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi/rekomendasi

- Fasilitasi pertemuan klien/ keluarga dengan dokter


DAFTAR PUSTAKA

Budiana, Keliat (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Cook & Fountaine (1987). Essentials Mental Health Hursing. Addison-wesley publishing Company.

Rasmun (2001). Keperawatan Kesehatan Kental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga. Jakarta : Fajar Interpratama

Stuart dan sundeen . 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. EGC: Jakarta .

Townsend . 1995. Nursing Diagnosis In Psychiatric Nursing a Pocket Guide For Care Plan Construction . Edisi 3 . EGC: Jakarta.

www.khaidirmuhaj.blogspot.com

www.lensaprofesi.blogspot.com